SDFSDFSD

SDFSDFSD

Informasi Pendidikan

Pendidikan : Mampu membedakan antara apa yang Anda tahu dan apa yang tidak. Tahu ke mana harus pergi untuk mencari tahu apa yang Anda perlu tahu, dan mengetahui bagaimana menggunakan informasi setelah Anda mendapatkannya. - referensiku.blogspot.com.

Pengertian Pendidikan

Berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas, dan berpikiran bebas adalah prinsip pendidikan - referensiku.blogspot.com.

Kata Motivasi Pendidikan

Metode lebih penting daripada materi, guru lebih penting daripada metode, dan jiwa guru lebih penting daripada guru itu sendiri - referensiku.blogspot.com.

Tujuan Utama Pendidikan

Tujuan utama pendidikan adalah untuk menciptakan manusia yang mampu melakukan hal-hal baru, tidak hanya mengulangi apa yang generasi lain telah dilakukan. (Jean Piaget) - referensiku.blogspot.com.

Pendidikan dan Ide Baru

Seorang yang berpendidikan adalah orang yang dapat membuat ide baru, menghibur orang lain dan menghibur dirinya sendiri - referensiku.blogspot.com.

Rabu, 01 Oktober 2014

CONTOH LAPORAN OBSERVASI DI SD

Setiap peserta didik, aktif dan berkembang menurut polanya sendiri-sendiri karena setiap mereka mempunyai perbedaan-perbedaan yang sangat pribadi yang disebut sebagai individual defferences. Adanya perbedaan-perbedaan tersebut merupakan tantangan untuk dimengerti. Siapa saja yang perlu mengerti hal ini? Tentu saja peserta didik itu sendiri, orang tua, guru, konselor, kepala sekolah dan sebagainya.
Untuk dapat menerima peserta didik sebagai individu, diperlukan pengertian tentang peserta didik tersebut dan dunianya, di mana peserta didik merupakan pribadi yang berinteraksi. Mengerti, menghormati, dan menerima para peserta didik adalah juga merupakan tugas seorang guru.
Pada dasarnya teknik pengenalan dan pemahaman individu dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: teknik tes dan teknik nontes. Pada bagian ini, kita hanya akan membahas tentang teknik nontes sebagai teknik mengenal dan memahami individu
.
Teknik nontes merupakan teknik pengumpulan data yang tidak baku dan hasil rekayasa dari guru dan sekolah. Adapun kegunaan teknik nontes ialah untuk mengumpulkan data yang tidak dapat dikumpulkan dengan teknik tes, seperti kebiasaan belajar siswa baik di sekolah maupun di rumah, keterangan orangtua dan lingkungannya mengenai diri siswa, dan lainnya. Teknik nontes yang akan kita bahas bersama dalam unit 4 ini adalah: observasi, angket, wawancara, dan sosiometri.

A. OBSERVASI
Pemahaman terhadap peserta didik dapat dilakukan dengan berbagai teknik pengumpulan data. Salah satunya adalah teknik observasi/pengamatan. Observasi merupakan teknik yang sederhana dan tidak menuntut keahlian yang luar biasa untuk dapat melakukannya. Teknik ini dapat dilakukan secara terencana atau pun insidental. Observasi yang terencana, dipersiapkan secara sistematis baik mengenai waktu, tujuan, ala,t maupun aspek-aspek yang akan diobservasi. Observasi insidental dilakukan sewaktu-waktu bilamana terjadi sesuatu yang menarik. Proses observasi atau pengamatan ini memerlukan kecermatan sehingga diperoleh data tingkah laku yang objektif.

1. Pengertian Observasi
Observasi atau pengamatan, merupakan teknik untuk merekam data atau keterangan atau informasi tentang diri seseorang yang dilakukan secara langsung atau tidak langsung terhadap kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung, sehingga diperoleh data tingkah laku seseorang yang menampak (behavior observable), apa yang dikatakan, dan apa yang diperbuatnya. Gulo (2005) mengatakan bahwa pengamatan (observasi) adalah metode pengumpulan data di mana peneliti atau kolaboratornya mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama pengamatan.

2. Jenis Teknik Observasi
Pada intinya pengamatan terhadap peristiwa-peristiwa dilakukan dengan melihat, mendengarkan, merasakan, dan kemudian mencatat. Menurut cara dan tujuannya, observasi dapat dibedakan menjadi tiga macam.
1.      Observasi partisipatif, yaitu observasi yang dilakukan oleh observer (pengamat) dengan turut mengambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan oleh objek yang diobservasi (observee).
2.      Observasi sistematis, yaitu observasi yang direncanakan terlebih dahulu aspek-aspek yang akan diobservasi sesuai dengan tujuan, waktu, dan alat yang dipakai.
3.      Observasi eksperimental, yaitu observasi yang dilakukan untuk mengetahui perubahan-perubahan atau gejala-gejala sebagai akibat dari situasi yang sengaja diadakan.

Berdasarkan hubungan observer (pengamat) dengan kelompok yang diamatinya (observee), observasi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
a. Partisipan penuh
Pengamat menyamakan diri dengan orang yang diobservasi. Dengan demikian, observer dapat merasakan dan menghayati apa yang dialami oleh observee. Tidak jarang seorang observer tinggal bersama dengan kelompok masyarakat yang diamatinya dalam waktu yang cukup lama sehingga ia dianggap sebagai bagian dari masyarakat yang bersangkutan.
b. Observer sebagai pengamat
Masing-masing pihak, baik observer maupun observee, menyadari peranannya. Observer sebagai pengamat membatasi diri dalam berpartisipasi sebagai pengamat, dan observee menyadari bahwa dirinya adalah obyek pengamatan. Oleh karena itu, observer membatasi aktivitasnya dalam kelompok observee.
c. Observer sebagai partisipan
Observer hanya berpartisipasi sepanjang yang dibutuhkan dalam “penelitian”nya.
d. Pengamat sempurna (complete observer)
     Observer hanya mejadi pengamat tanpa partisipasi dengan yang diamati.

Persoalan-persoalan yang perlu diperhatikan pada pengamatan, terutama karena metode ini sangat mengAndalkan “penglihatan” (mata) dan “pendengaran” (telinga). Dari kedua alat indera itu, mata punya peranan yang lebih dominan. Oleh karena itu, perlu disadari keterbatasan dari alat penglihatan ini.
a.   Harus dipercaya bahwa alat penglihatannya baik dan dapat menangkap fakta dengan benar.
b.   Penglihatan orang mempunyai kelemahan dan keterbatasan, misalnya tidak mampu melihat jarak yang jauh, atau terjadi bias penglihatan;
c.   Berusaha mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut

3. Pedoman Observasi
Agar data yang dikumpulkan melalui observasi ini dapat dicatat dengan sebaik-baiknya, maka diperlukan pedoman observasi. Bentuk-bentuk pedoman observasi antara lain: (1) daftar cek (checklist); (2) skala penilaian (rating scale); (3) catatan anekdot (anecdotal records); (4) alat-alat mekanik (mechanical devices). Pedoman observasi ini dibuat sedemikian jelas dan detil sehingga mempermudah bagi siapa pun yang memakai. Untuk keperluan memahami individu, pedoman ini akan dipakai oleh wali kelas, guru-guru, konselor, dan personil sekolah yang lain.

a. daftar Cek (checklist)
Daftar cek adalah suatu daftar pernyataan yang memuat aspek-aspek yang mungkin terdapat dalam suatu situasi, tingkah laku, atau kegiatan individu yang sedang diamati. Semua aspek yang akan diobservasi dijabarkan dalam suatu daftar sehingga pada waktu observasi, observer (pengamat) tinggal membubuhkan tAnda cek terhadap ada atau tidak adanya aspek-aspek yang menjadi pusat perhatian bagi diri individu atau kejadian yang diobservasi. Daftar cek ini dapat digunakan untuk mengobservasi individu atau kelompok individu.
Gejala-gejala perilaku atau tingkah laku seseorang yang dapat diobservasi dengan teknik ini antara lain: kebiasaan belajar, aktivitas belajar dan bekerja, kepemimpinan dan kerjasama, pergaulan, dan topik lain yang relevan dengan kegiatan akademik dan nonakademik dalam kehidupan sekolah.

b. skala Penilaian (rating scale)
Skala penilaian sangat erat hubungannya dengan daftar cek. Jika daftar cek untuk memberikan cek ada atau tidaknya gejala atau sifat yang diobservasi, maka pada skala penilaian didapatkan adanya tingkatan-tingkatan. Dengan kata lain, skala penilaian merupakan alat pengumpul data yang dipergunakan dalam observasi untuk menjelaskan, menggolongkan, dan menilai individu atau situasi. Dalam skala penilaian, aspek yang diobservasi dijabarkan dalam bentuk skala.
Skala penilaian pada umumnya terdiri dari suatu daftar yang berisi ciri-ciri tingkah laku atau sifat yang harus dicatat secara bertingkat sehingga observer hanya memberikan tAnda cek pada tingkat mana gejala atau ciri-ciri tingkah laku itu muncul. Berdasarkan pada alternatif skala yang dipakai untuk menilai dan menggo-longkan gejala perilaku individu atau situasi, maka skala penilaian dapat dibedakan menjadi tiga bentuk: kuantitatif, deskriptif, dan grafis. Skala penilaian deskriptif adalah suatu alat observasi yang digunakan untuk mengamati gejala atau ciri-ciri tingkah laku individu atau situasi dalam mana alternatif skalanya dijabarkan dalam bentuk kata-kata. Skala penilaian grafis adalah suatu alat observasi yang digunakan untuk mengamati gejala atau ciri-ciri tingkah laku individu atau situasi di mana alternatif skalanya dijabarkan dalam bentuk grafis (garis).

c. catatan anekdot (anecdotal records)
Catatan anekdot biasa juga dikenal dengan catatan berkala. Dalam catatan berkala, observer tidak mencatat kejadian-kejadian yang luar biasa, melainkan mencatat kejadian pada waktu-waktu yang tertentu. Apa yang dilakukan oleh observer adalah mengadakan observasi atas cara anak bertindak dalam jangka waktu yang tertentu dan kemudian observer memberikan kesan umum yang ditangkapnya. Setelah itu, observer menghentikan observasi untuk kemudian melakukan observasi dengan cara yang sama pada waktu lain seperti waktu-waktu sebelumnya. Catatan berkala dilakukan terhadap peristiwa yang dianggap penting dalam suatu situasi yang melukiskan perilaku dan kepribadian seseorang dalam bentuk pernyataan singkat dan objektif.

d. alat-alat Mekanik (mechanical devices)
Dengan adanya kemajuan di bidang teknik maka observer dapat menggunakan alat-alat yang lebih baik di dalam melakukan observasi, misalnya dengan foto-foto/ slide, tape recorder, dan sebagainya.

B. ANGKET
Teknik pengumpul data ini dapat juga dipAndang sebagai “wawancara tertulis”, dengan beberapa perbedaan. Pada angket, yang disebut juga kuesioner (questionnaire), responden dihubungi melalui daftar pertanyaan tertulis. Teknik ini praktis dipakai untuk menjaring informasi atau keterangan bagi sejumlah besar responden dalam waktu yang singkat. Angket bersifat kooperatif. Maksudnya, responden diharapkan bekerja sama untuk menyisihkan waktu dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tertulis, sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan. Karena itulah, perlu diusahakan adanya motivasi yang kuat. Motivasi ini harus dapat mengarahkan perhatian, menimbulkan simpati, keinginan bekerja sama (membantu), dan kesadaran akan pentingnya jawaban yang jujur. Angket dapat mengungkap gejala-gejala yang tidak dapat diperoleh dengan jalan observasi, misalnya seperti: harapan, pendapat, prasangka, sikap dan sebagainya.
 Sebagai teknik pengumpul data, angket dibedakan berdasarkan: (1) subyek atau responden, meliputi: angket langsung dan tidak langsung; (2) menurut jenis pertanyaan, meliputi: pertanyaan terbuka, tertutup, fakta, dan pendapat. Dapat pula dibedakan menurut bentuk isiannya, meliputi: bentuk isian terbuka, isian singkat, jawaban tabuler, berskala, berderajat, cek, kategorikal, pilihan benar-salah, dan jawaban gAnda.
Adapun sasaran pengumpulan data dengan teknik ini adalah siswa sebagai sumber data langsung dan orang lain yang memberikan keterangan mengenai siswa, sebagai sumber data tidak langsung.

1. Pengertian Angket
Angket atau kuesioner adalah serangkaian pertanyaan atau pernyataan tertulis yang diajukan kepada responden untuk memperoleh jawaban secara tertulis pula. Pertanyaan/pernyataan dalam angket tergantung pada maksud serta tujuan yang ingin dicapai. Maksud dan tujuan tersebut berpengaruh terhadap bentuk pertanyaan yang ada dalam angket itu.
Pada umumnya di dalam angket itu kita dapati dua bagian pokok, yaitu:
a.   Bagian yang mengandung data identitas, dan
b. Bagian yang mengandung pertanyaan-pertanyaan yang ingin diperoleh jawabannya
Bagian yang mengandung data identitas merupakan bagian yang mengandung data tentang keadaan diri orang atau anak yang diberi angket tersebut, misalnya nama, tanggal lahir, jenis kelamin, bangsa, agama, dsb.
Bagian yang mengandung pertanyaan fakta atau opini ialah bagian yang mengandunng pertanyaan-pertanyaan untuk mendapatkan fakta atau opini.
Serangkaian pertanyaan yang diajukan kepada responden melalui angket dapat berupa: pertanyaan fakta, mencakup: umur, pendidikan, agama, alamat, nama, kelas; pertanyaan tentang pendapat dan sikap, mencakup perasaan dan sikap responden tentang sesuatu; pertanyaan tentang informasi, mencakup apa yang diketahui oleh responden dan sejauh mana hal tersebut diketahuinya; dan pertanyaan tentang persepsi diri, mencakup penilaian responden terhadap perilakunya sendiri dalam hubungannya dengan orang lain.
Untuk keperluan di sekolah, angket disiapkan untuk membantu para guru agar dapat memahami siswa lebih mendalam.

2. Kelebihan dan keterbatasan teknik angket
Pengumpulan data dengan teknik angket memiliki kelebihan dan keterbatasan. Kelebihan angket sebagai instrumen pengumpul data.
1.      Teknik angket lebih efisien bila ditinjau dari pembiayaan dan jumlah responden karena dapat mengumpulkan data dalam jumlah responden yang besar dalam waktu yang singkat.
2.      Dapat mengungkap data yang memerlukan perkembangan dan pemikiran, dan bukan jawaban spontan. Setiap jawaban dapat dipikirkan masak-masak terlebih dahulu, karena tidak terikat oleh cepatnya waktu yang diberikan kepada responden untuk menjawab pertanyaan sebagaimana dalam wawancara.
3.      Dapat mengungkap keterangan yang mungkin bersifat pribadi dan tidak akan diberikan secara langsung. Dalam menjawab pertanyaan melalui angket, responden dapat lebih leluasa karena tidak dipengaruhi oleh sikap mental hubungan antara peneliti dan responden.
4.      Data yang dikumpulkan dapat lebih mudah dianalisis, karena pertanyaan yang diajukan kepada setiap responden sama.

Sedangkan keterbatasan angket sebagai instrumen pengumpul data adalah sebagai berikut.
1.      Tidak akan dapat menjaring data yang sebenarnya jika petunjuk pengisian tidak jelas.
2.      Tidak dapat diketahui dengan pasti bahwa responden sungguh-sungguh dalam mengisi angket. Sering terjadi angket juga diisi oleh orang lain (bukan responden yang sebenarnya), karena dilakukan tidak secara langsung berhadapan muka antara peneliti dan responden.
3.      Tidak dapat ditambah keterangan yang dapat diperoleh lewat observasi; dan (4) angket diberikan terbatas kepada orang yang melek huruf.

3. Jenis-jenis Angket
Ada pelbagai macam angket. Berikut ini akan dijelaskan satu persatu:
1. Dilihat dari sumber datanya, angket dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Angket langsung
yaitu apabila angket tersebut langsung diberikan kepada orang yang dimintai pendapat atau jawabannya atau responden yang ingin diselidiki. Jadi, kita mendapatkan data dari sumber pertama (first resource), tanpa menggunakan perantara untuk memperoleh jawaban. Misalnya: angket siswa.
b. Angket tidak langsung
 yaitu apabila angket disampaikan kepada orang lain yang dimintai pendapat tentang keadaan seseorang. Jenis angket ini membutuhkan perantara untuk mendapatkan data sehingga jawaban yang diperoleh tidak dari sumber pertama Misalnya: angket orangtua tentang anaknya, angket guru tentang siswanya, dan lain-lain.

2. Dilihat dari strukturnya, angket dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Angket berstruktur
ialah angket yang berisi pertanyaan-pertanyaan beserta jawabannya yang jelas, singkat, dan konkret
b. Angket tidak berstruktur
ialah angket yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang menghendaki jawaban yang bebas dan uraian yang panjang lebar dari responden.

3. Berdasarkan jenis pertanyaannya, angket dibedakan sebagai berikut.
a. Pertanyaan terbuka (open questions)
yaitu angket yang memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada responden untuk memberikan jawaban atau tanggapannya. Biasanya jenis angket ini digunakan apabila ingin mendapatkan opini.

b. Pertanyaan tertutup (closed questions)
yaitu pertanyaan-pertanyaan yang membuat responden tinggal memilih jawaban yang telah disediakan di dalam angket itu. Jadi, jawabannya terikat. Responden tidak dapat memberikan jawaban secara bebas seperti yang mungkin dikehendaki oleh responden. Biasanya jika masalah yang hendak dicari jawabannya sudah jelas maka orang akan menggunakan jenis angket ini.
c. Kombinasi terbuka dan tertutup (open and closed questionaire)
yaitu jika jawabannya sudah ditentukan, kemudian disusul pertanyaan terbuka.

4. Langkah-langkah penyelenggaraan angket
Didalam menyelenggarakan pengumpulan data dengan angket terdapat tiga tahap yang lazim ditempuh, yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan analisis hasil.
Tahap pertama, persiapan penyusunan angket meliputi langkah: memerinci variabel-variabel yang akan diukur, menetapkan model jawaban, dan menyusun angket. Tahap kedua, pelaksanaan, meliputi: menyiapkan format angket dan lembar jawaban jika diperlukan, melancarkan angket kepada sejumlah banyak responden yang dituju, dan membacakan petunjuk pengisian. Tahap ketiga, analisis hasil, meliputi: memberikan kode pada pertanyaan-pertanyaan tertentu jika akan dianalisis lebih lanjut atau lebih dikenal dengan penyekoran jawaban, pengelompokkan setiap variabel, serta kesimpulan dan penginterpretasian. Selanjutnya diuraikan tahap-tahap penyelenggaraan angket satu persatu.
1. Tahap persiapan
Langkah pertama yang dilakukan dalam penyusunan angket ialah memerinci atau menjabarkan variabel-variabel yang akan diukur. Contohnya dalam angket siswa variabel-variabelnya meliputi: riwayat pendidikan atau sekolah, harapan-harapan, cita-cita, kebiasaan belajar, hobi, aktivitas di luar sekolah atau keorganisasian, keadaan keluarga, dan lingkungan tempat tinggal.
Langkah kedua menetapkan model jawaban, yang ditentukan oleh bentuk jawaban yang dikehendaki dari variabel angket tertentu. Seperti jawaban uraian singkat, jawaban kategorikal, jawaban berskala, jawaban tabuler, jawaban dengan cek atau pilihan gAnda. Pada tahap ini perlu dipertimbangkan juga kelebihan dan kelemahan masing-masing model jawaban.
Langkah menyusun angket; yang perlu memperhatikan komponen-komponen: pengantar, petunjuk pengisian, butir-butir pertanyaan, dan penutup.
1.      Pengantar
Maksud utama dari pengantar ialah mengadakan pendekatan terhadap responden agar bersedia memberikan keterangan yang dibutuhkan. Dengan demikian, pengantar perlu dirumuskan dengan baik, yang memuat tentang: tujuan angket secara jelas dan diplomatis serta harapan kerjasama, dan menunjukkan ketegasan tentang jaminan kerahasiaan informasi yang diberikan siswa.

2. Petunjuk pengisian
Petunjuk pengisian angket harus dirancang dengan baik dan jelas sebab akan mempermudah responden dalam mengisi setiap butir pertanyaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam petunjuk angket adalah: petunjuk pengisian angket hendaknya dirumuskan dengan bahasa yang sederhana, singkat dan mudah dimengerti, petunjuk memuat tentang cara mengisi angket, misal: jawaban dengan melingkari, memberi tAnda silang, memberi tAnda cek, diisi dengan jawaban bebas atau isian singkat, dan dimana mengisinya.

3. Penyusunan butir pertanyaan
Beberapa petunjuk yang harus diperhatikan dalam menyusun butir pertanyaan adalah susunan kalimat hendaknya sederhana dan jelas, gunakan kata-kata yang tidak mempunyai arti gAnda, pertanyaan hendaknya disesuaikan dengan kemampuan responden, hindarkan kata-kata yang bersifat sugestif, pertanyaan jangan bersifat memaksa untuk dijawab, pertanyaan jangan menuntut siswa/ responden untuk berpikir terlalu berat, gunakan kata-kata yang netral, hindarkan kata-kata yang tidak berguna atau tidak perlu.

4. Penutup
Bagian ini berisi ucapan terima kasih kepada responden atau siswa karena dedikasinya dalam bekerjasama untuk kepentingan bimbingan.

2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini kita mempersiapkan instrumen angket beserta lembar jawaban yang diperlukan. Kemudian membagikan instrumen tersebut untuk diisi siswa/ responden. Selanjutnya kita membacakan petunjuk pengisiannya dan mengecek jumlah siswa/responden yang sudah mengembalikan angket dan lembar jawabannya.

3. Tahap Analisis Hasil
Pada tahap ini terlebih dahulu dilakukan penyekoran terhadap jawaban responden. Penyekoran ini dibedakan atas penyekoran terhadap pertanyaan-pertanyaan tertutup atau berstruktur dengan model jawaban yang sudah tersedia dan terbatas, serta penyekoran terhadap pertanyaan-pertanyaan terbuka atau tidak berstruktur yang memerlukan jawaban uraian bebas. Kemudian, mengelompokkan jawaban responden atas variabel-variabel yang diukur. Selanjutnya, akan diperoleh gambaran menyeluruh tentang responden. Adapun untuk keperluan penginterpre-tasian data hasil analisis angket ini harus pula dikaitkan dengan hasil analisis data dengan teknik lain, misalnya: teknik observasi, wawancara, dsb.

C. WAWANCARA
1. Pengertian wawancara
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data dengan tanya-jawab secara lisan baik langsung maupun tidak langsung yang terarah pada tujuan tertentu. Wawancara bersifat langsung, apabila data yang dikumpulkan langsung diperoleh dari individu yang bersangkutan, misalnya wawancara dengan diri siswa. Wawancara yang bersifat tidak lansung, apabila wawancara yang dilakukan dengan seseorang untuk memperoleh keterangan
mengenai orang lain, misalnya wawancara dengan orangtua siswa. Sifat wawancara yang lain adalah insidentil, ialah bilamana dilakukan sewaktu-waktu jika dianggap perlu. Bersifat berencana, apabila dilaksanakan pada waktu-waktu yang telah ditetapkan.

2. Macam-macam teknik wawancara
Menurut jumlah orang yang diwawancarai, maka wawancara dapat dibedakan: (1) wawancara perorangan (individual) dan (2) wawancara kelompok. Menurut peran yang dimainkan, maka wawancara dapat dibedakan menjadi: (1) the non-directive interview, yaitu wawancara yang digunakan dalam proses konseling; (2) the focused interview, yaitu wawancara yang ditujukan kepada orang-orang tertentu yang mempunyai hubungan dengan objek-objek yang diselidiki; dan (3) the repeated interview, yaitu wawancara yang berulang. Wawancara ini terutama digunakan untuk mencoba mengikuti perkembangan tertentu terutama proses sosial.
Berdasarkan subyek atau responden dan tujuannya, wawancara dapat dibedakan menjadi: (1) wawancara jabatan (the employment interview) ialah wawancara yang ditujukan untuk mencocokan seorang calon pegawai dengan pekerjaannya yang tepat. Wawancara ini ditujukan untuk mendapatkan gambaran sampai dimana sifat-sifat yang dipunyai oleh seseorang terhadap kriteria yang diminta oleh suatu employment; (2) wawancara disipliner atau wawancara administratif (administrative interview) ialah wawancara yang ditujukan untuk ”menuntut” perubahan tingkah laku individu ke arah kegiatan yang diinginkan oleh pewawancara. Wawancara ini dijalankan untuk keperluan administrasi, misalnya untuk kesejahteraan organisasi, untuk mendapatkan perubahan-perubahan didalam tindakannya (changes in behaviour); (3) wawancara konseling (counseling interview) ialah wawancara yang bertujuan untuk membantu individu dalam mengatasi atau memecahkan masalahnya dengan kata lain wawancara ini ini dijalankan untuk keperluan konseling; dan (4) wawancara fact-finding.
Dari antara keempat jenis wawancara tersebut hanya wawancara formatif atau fact finding, yang akan dibahas pada bagian ini. Sifat pengumpulan data ini adalah profesional selayaknya di dalam penyelenggaraan memerlukan petugas yang profesional berpengalaman luas di bidang bimbingan, penuh simpati, dan diplomatis.

3. Kebaikan dan kelemahan teknik wawancara
Segi kebaikan/ keuntungan dari teknik ini antara lain:
1.      Dengan wawancara maka pertanyaan-pertanyaan yang kurang jelas dapat diperjelas oleh pewawancara sehingga responden lebih mengerti akan apa yang dimaksudkan.
2.      Bahasa dari pewawancara dapat disesuaikan dengan keadaan responden.
3.      Oleh karena ada hubungan langsung (face to face), maka diharapkan dapat menimbulkan suasana persaudaraan yang baik, sehingga akan mempunyai pengaruh yang baik pula terhadap hasil wawancara

Segi-segi yang kurang menguntungkan dari wawancara adalah:
1.      Wawancara kurang hemat, baik dalam soal waktu maupun tenaga karena wawancara membutuhkan waktu lama yang tentu membutuhkan lebih banyak tenaga.
2.      Wawancara membutuhkan keahlian, yang memerlukan pendidikan khusus yang membutuhkan waktu yang lama.
3.      Dalam wawancara apabila telah ada prasangka maka hal itu akan mempengaruhi hasil wawancara. Hasilnya menjadi tidak objektif.
Sekalipun ada segi-segi yang kurang menguntungkan dari wawancara, namun jika memperhatikan patokan-patokan dalam melakukan wawancara maka wawancara juga banyak menyumbang sebagai metode untuk mendapatkan data. Pada umumnya salah satu keuntungan dari wawancara ialah sifat fleksibilitasnya.

D. SOSIOMETRI
Teknik sosiometri banyak dipakai dalam bidang psikologi, sosiologi, dan ilmu pendidikan yang pada umumnya bertujuan meneliti hubungan sosio-psikologik yang terdapat antara individu yang satu dengan individu yang lain dalam satu kelompok sosial. Dengan kata lain, teknik sosiometri banyak digunakan untuk pengumpulan data tentang dinamika suatu kelompok sosial. Kelompok sosial ini misalnya ialah kelas sekolah, regu kerja, pegawai kantor, karyawan organisasi produksi, kesatuan tentara, dan lain-lain. Tentunya terdapat perbedaan-perbedaan dalam pelaksanaannya, tetapi secara garis besar dapat dikatakan bahwa teknik ini terdiri dari pertanyaan khusus yang dikemukakan pada setiap anggota kelompok sosial untuk mengetahui selera pilihan anggota kelompok itu terhadap anggota lainnya dalam satu situasi tertentu.
Pertanyaan tersebut akan menghasilkan satu matriks tentang situasi hubungan sosial antar individu dalam kelompok, struktur sosial, dan arah hubungan sosialnya. Dari data sosiometri ini dapat diketahui tingkat pergaulan antarindividu dalam kelompok dan popularitas seseorang dalam kelompoknya.

1. Pengertian sosiometri
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, sosiometri merupakan alat yang digunakan untuk meneliti struktur sosial sekelompok individu dengan dasar penelaahan terhadap relasi sosial, status sosial dari masing-masing anggota kelompok yang bersangkutan. Sosiometri dapat juga dikatakan sebagai alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data tentang dinamika kelompok dan juga dipergunakan untuk mengetahui popularitas seseorang dalam kelompoknya serta untuk meneliti kesulitan hubungan seseorang terhadap teman-temannya dalam kelompok, baik dalam kegiatan belajar, bermain, bekerja, dan kegiatan-kegiatan kelompok lainnya.
Kegunaan lebih lanjut dari teknik sosiometri ini adalah untuk:
1.      memperbaiki hubungan insani (human relationship);
2.      menentukan kelompok kerja tertentu;
3.      meneliti kemampuan memimpin seseorang dalam kelompok pada suatu kegiatan tertentu;
4.      mengatur tempat duduk dalam kelas; serta
5.      mengetahui kekompakan dan perpecahan anggota kelompok.
Metode ini biasanya digunakan pada kelompok-kelompok kecil (misalnya 10 sampai 100 orang). Apabila terlalu banyak jumlahnya, penentuan hubungan sosial antarindividu akan menjadi kabur dan akan mengalami kesulitan

2. Kriteria hubungan sosial
Baik tidaknya hubungan sosial individu dengan individu yang lain dapat dilihat dari beberapa segi.

1.      Frekuensi hubungan, yaitu sering tidaknya anak atau individu tersebut bergaul. Makin sering individu bergaul, pada umumnya individu itu makin baik dalam segi hubungan sosialnya. Individu yang mengisolasi diri berarti individu itu kurang sekali bergaul. Tetapi sampai sejauh mana frekuensi ini dapat dipastikan, hal ini merupakan suatu hal yang sulit untuk dapat diketahui. Apabila frekuensi digunakan sebagai ukuran untuk menentukan baik tidaknya seseorang dalam pergauan sosial, orang akan mengalami kesulitan untuk menentukan batas antara yang baik, kurang baik, dan tidak baik.
2.      Intensitas hubungan, yaitu kemendalaman atau keintiman anak atau individu dalam pergaulan. Makin mendalam seseorang dalam hubungan sosialnya, hubungan sosialnya pun biasanya semakin baik. Teman yang intim, yang berarti mempunyai intensitas yang mendalam, merupakan teman akrab, yang hubungannya lebih baik daripada teman yang kurang atau tidak intim. Namun demikian, kalau hal ini dipergunakan sebagai kriteria untuk menentukan taraf baik tidaknya kontak sosial, maka orang pun akan menghadapi kesulitan untuk menentukan sampai sejauh mana atau sedalam mana batas yang dapat digunakan sebagai ukuran. Oleh sebab itu, kalau hal ini digunakan sebagai kriteria maka akan banyak didapati berbagai tendensi yang bersifat subyektif.
3.      Popularitas hubungan, yaitu jumlah teman bergaul digunakan sebagai kriteria untuk melihat baik buruknya hubungan sosial. Semakin banyak teman yang dimiliki seseorang dalam pergaulannya, biasanya semakin baik pula hubungan sosialnya. Faktor popularitas inilah yang digunakan sebagai ukuran atau kriteria untuk melihat baik tidaknya seseorang didalam hubungan atau kontak sosialnya, dan inilah yang digunakan sebagai dasar sosiometri. Baik tidaknya hubungan sosialnya dapat dilihat dari segi banyak sedikitnya teman bergaul.

Untuk mendapatkan materi sosiometri, digunakan angket sosiometri atau kuesioner sosiometris. Prosesnya dilakukan dengan jalan meminta kepada setiap individu dalam kelompok untuk memilih anggota kelompok lainnya (tiga orang) yang disenangi atau tidak disenangi dalam bekerja sama beserta alasannya, dan masing-masing nama yang dipilih disusun menurut nomor urut yang paling disenangi atau paling tidak disenangi. Atas dasar saling pilih antara anggota kelompok inilah dapat diketahui banyak tidaknya seorang individu dipilih oleh anggota kelompoknya, bentuk-bentuk hubungan dalam kelompok, serta kepopuleran dan keterasingan individu.
Untuk menentukan hubungan sosial ada dua macam bentuk, yaitu pemilihan sebagai arah yang positif, dan penolakan sebagai arah yang negatif. Tentang bentuk mana yang akan digunakan tergantung kepada apa yang akan dicapainya. Dengan cara ini dapat diketahui siapa saja yang populer, dan siapa saja yang terasing atau ditolak oleh teman-temannya. Hal ini amat penting, lebih-lebih bagi seorang guru dalam menyelidiki atau memahami keadaan masing-masing siswa di dalam kelas. Siswa yang terasingkan atau yang ditolak oleh teman-temannya merupakan problem child yang mungkin sekali akan mengganggu kemajuan dalam pelajarannya. Untuk membantu siswa tersebut maka guru harus mengetahui alasan teman-temannya menolak dia. Jawaban itu dapat diperoleh dari alasan yang diajukan oleh setiap siswa dalam angket sosiometri itu. Berdasarkan alasan inilah kemudian guru dapat mengambil langkah lebih lanjut dalam memberikan bimbingan kepada siswa tersebut.
Beberapa hal yang perlu diingat dalam melaksanakan sosiometri adalah sebagai berikut.
1.      Sebelum dilancarkan hendaknya petugas berusaha menciptakan hubungan baik dengan kelompok.
2.      Petunjuk diberikan dengan jelas.
3.      Diterangkan maksud pelaksanaan sosiometri.
4.      Diselenggarakan dalam kondisi siswa tidak saling mengetahui jawabannya.
5.      Iilihan individu merupakan informasi yang bersifat rahasia
6.      Antarindividu harus saling mengenal




Sumber http://hisyamjayuz.blogspot.com/2013/12/teknik-nontes-untuk-memahami-peserta_8.html

CONTOH PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG SEJARAH PROKLAMASI INDONESIA MELALUI PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING PADA PEMBELAJARAN IPS


PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG SEJARAH PROKLAMASI INDONESIA MELALUI PENGGUNAAN METODE PROBLEM SOLVING PADA PEMBELAJARAN IPS


Nama Penyusun

ABSTRAK

Penelitian ini dilatar belakangi oleh rendahnya hasil belajar siswa dalam  proses pembelajaran IPS yang dilaksanakan di kelas V Sekolah Dasar Negeri 1 Cijeungjing Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis.  Hal ini dikarenakan kurangnya motivasi belajar siswa, dan kurang bervariasi guru dalam  menggunakan metode  dalam pembelajaran. Penelitian ini difokuskan terhadap penelaahan tentang kemampuan guru dalam menyusun perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, aktivitas siswa dan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode problem solving. Maka rumusan masalah pada penelitian ini: 1) Bagaimana perencanaan pelaksanaan pembelajaran IPS  untuk meningkatkan hasil belajar siswa mengenai sejarah proklamasi Indonesia melalui metode problem solving? 2) Bagaimana melaksanaan pembelajaran IPS untuk meningkatkan hasil belajar siswa mengenai sejarah proklamasi Indonesia melalui metode problem solving?  3) Bagaimana hasil belajar siswa dalam pembelajaran sejarah proklamasi Indonesia melalui metode problem solving. Metode yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas, yaitu suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif yang dilakukan oleh peneliti, dengan cara melakukan penelitian tindakan yang langsung dilaksanakan di kelas. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya pada pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Berdasarkan analisis dan refleksi yang dilaksanakan dalam tiga siklus  dengan menggunakan metode problem solving. Bila dibandingkan antara kemampuan awal dengan setelah melakukan tindakan menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari nilai hasil belajar siswa di siklus I memperoleh nilai rata-rata 56,8 %,  dan di siklus II memperoleh rata-rata 78%. Dengan demikian bahwa penggunaan metode problem solving dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Kata Kunci: Metode Problem Solving, Sejarah Proklamasi Indonesia
Dalam pembelajaran IPS, umumnya guru masih kurang memperhatikan potensi yang dimiliki siswa, terlebih dalam pembelajaran sejarah, guru lebih banyak bercerita di depan kelas. Padahal pada umumnya siswa usia SD memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Akhirnya metode yang diterapkan dalam pembelajaran IPS hanya satu macam saja, yaitu metode ceramah. Kebanyakan guru memandang metode ini sangat efektif dalam pembelajaran IPS, terlebih jika guru tersebut berpandangan bahwa isi pelajaran IPS hanya bersifat informatif. Pembelajaran IPS bukan hanya sekedar menyampaikan informasi, tapi lebih jauh lagi harus mentransfer nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Akibat kurang bervariasinya pemilihan metode, siswa hanya bergantung pada apa yang disampaikan guru dan siswa cenderung pasif karena hanya bertindak sebagai pendengar setia dan pemerhati apa yang diterangkan oleh guru. Hasilnya siswa tidak tahu dan kurang mengerti terhadap apa yang disampaikan guru. Hanya siswa yang memiliki daya tangkap dan daya ingat yang kuat yang mampu mengikuti pembelajaran dengan hasil maksimal. Berbeda situasinya jika dalam proses pembelajaran diterapkan suatu metode yang dapat melibatkan emosi dan fisik siswa, yang menuntut siswa tertantang untuk ikut terlibat di dalamnya, sehingga diharapkan siswa lebih mudah dalam mengenal, mengingat, dan menerapkan pesan yang terkandung dalam materi pembelajaran yang baru diterimanya.
         Salah satu realita dalam pendidikan kita yang sukar diingkari dewasa ini proses perkembangan potensi pribadi anak didik merupakan salah satu faktor kurang berhasilnya pembelajaran. Hal ini disebabkan karena kurang diperhatikannya perbedaan individual dalam proses belajar mengajar. Diakui bahwa diantara individu-individu itu terdapat berbagai persamaan, tetapi lebih banyak perbedaannya. Perbedaan itu antara lain pada sikap, emosi dan minat. Oleh karena itu siswa tidak mungkin dituntut hal yang sama, sebagian besar proses pembelajaran berupa penyajian pengetahuan yang harus diketahui dan dihapalkan anak didik masih berupa ”Teacher Centered” belum “Student Centered”. Fenomena seperti ini sudah merupakan tradisi di sekolahan khususnya pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar.
           Permasalahan yang sangat dirasakan dalam pengajaran IPS di lapangan termasuk di SD Negeri 1 Cijeungjing Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis adalah masih banyaknya digunakan metode ceramah yang ternyata mempunyai implikasi yang  kurang menggembirakan, prestasi belajar siswa Kelas V SD Negeri 1 Cijeungjing Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis kurang memuaskan. Dalam proses pembelajaran siswa kurang memperhatikan dan tidak memiliki motivasi terhadap mata pelajaran IPS, sehingga lebih banyak banyak siswa yang pasif daripada siswa yang aktif, siswa kurang aktif dalam mencari Problem Solving apabila menemui permasalahan dan lebih parah lagi banyak siswa yang melakukan aktivitas lain yang tidak berhubungan dengan pembelajaran selama proses pembelajaran berlangsung seperti corat-coret, berisik, mengantuk bahkan mengganggu teman lainnya yang sedang belajar.
Untuk mencapai tujuan-tujuan seperti yang diharapkan perlu dilakukan suatu upaya yang mendukung. Salah satu diantaranya adalah upaya menemukan pola pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar mengajar di kelas adalah dengan menggunakan metode tertentu dalam pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran yang dapat diharapkan meningkatkan aktivitas dalam belajar mengajar Pengetahuan Sosial adalah metode problem solving. Menurut Sudjana (2005, hlm. 125) Metode problem solving adalah “suatu metode yang menggambarkan pengalaman atau masalah yang disusun untuk menggerakan problem solving, menganalisis, menilai, dan memecahkan masalah yang dihadapinya.”Pentingnya kemampuan Problem Solving  bagi siswa  menyebutkan bahwa : a) Kemampuan Problem Solving sangat penting, ada di mana-mana, fleksibel dan dapat digunakan kapan saja baik dalam Sains maupun dalam disiplin ilmu lain, b) Mempunyai kaitan yang erat dengan metode penemuan berpikir kritis, kreatif dan mandiri.
  Manfaat yang dapat diambil dengan penerapan metode problem solving dalam pembelajaran IPS adalah” Siswa akan terbiasa dalam mencari jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapi yang menyangkut pribadi atau sosial” (Sudjana, 2005, hlm. 126).  Siswa yang didasari dengan pengalaman hidup sehari-hari akan mampu mengatasi berbagai kesulitan, karena dapat menganalisa dan menentukan sikap terhadap masalah yang dihadapi.  Berkenaan dengan hal-hal seperti yang dikemukakan di atas tentang manfaat dari Problem Solving serta kendala yang dihadapi oleh guru dalam mengoptimalkan proses belajar mengajar, khususnya dalam Pembelajran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar, maka dipandang perlu menemukan suatu upaya pembelajaran untuk meningkatkan aktivitas pembelajaran di kelas melalui penggunaan metode Problem Solving. 
Berdasarkan latar belakang dari permasalahan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Peningkatan Hasil Belajar Siswa Tentang Sejarah proklamasi Indonesia melalui Penggunaan Metode Problem Solving pada Pembelajaran IPS”. (Penelitian Tindakan Kelas pada siswa Kelas V di SDN I Cijeungjing  Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis .
        Rumusan berikut yang menjadikan fokus dari  penelitian ini adalah: Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa tentang sejarah proklamasi Indonesia  melalui penggunaan metode  problem solving di Kelas V di SDN I Cijeungjing  Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis ?.
Secara umum penelitian ini bertujuan ingin memperoleh data tentang pengggunaan metode problem solving pada pembelajaran IPS di Kelas V SDN I Cijeungjing  Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis.
     Pengembangan penggunaan metode problem solving untuk peningkatan hasil belajar siswa tentang sejarah proklamasi Indonesia melalui penggunaan metode problem solving dalam pembelajaran IPS di Kelas V SDN I Cijeungjing  Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis.
    Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan suatu metode terhadap hal-hal yang berkenaan manusia  serta lingkungannnya. IPS mempelajari aspek-aspek sosial, spritual, emosional, intelektual, rasional, dan global dengan memadukan konsep serta bahan kajian tradisional dengan bidang bahan kajian yang baru.
Menurut Sudjana (2005, hlm. 125) metode Problem Solving adalah suatu cara belajar yang lebih tinggi tingkatannya dengan mengangkat masalah sebagai sumber pembahasannya, kemudian dianalisis dan disintesis sehingga ditemukan alternatif pemecahannya. Metode ini dapat digunakan dari Kelas V sekolah dasar. Karena pada masa itu rasa ingin tahu muncul secara ilmiah, sudah mulai tampak pada diri anak, walaupun peran guru pada masa itu lebih mendominasi.
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai salah satu program pengajaran yang membina dan menyiapkan kehidupan sosial yang baik serta peserta didik sebagai “Warga Negara Indonesia”, yang baik dan diharapkan mampu membina perubahan dan harapan-harapan yang baru sebagi tuntutan kehidupan dan perkembangan masyarakat. .
Anggapan dasar menurut Surakhmad (2008, hlm. 76) adalah sebuah titik tolak yang kebenarannya diterima dan diyakini oleh peneliti. Peneliti dalam hal ini tidak perlu membuktikan sesuatu, karena sudah jelas dengan adanya fakta. Anggapan dasar peneliti menyangkut hal sebagai berikut :
Metode problem solving merupakan suatu metode yang digunakan untuk memecahkan masalah sejarah proklamasi Indonesia sehingga dapat berusaha menyeleksi dan menggunakan aturan-aturan yang telah dipelajari terdahulu untuk membuat formulasi problem solving serta dapat meningkatkan hasil belajarnya.
 “Hipotesis tindakan adalah suatu perkiraan tentang tindakan yang diduga dapat mengatasi permasalahan tersebut” (Wardani, 2008, hlm.43). Berdasarkan anggapan dasar di atas, hipotesis tindakan pada penelitian tindakan kelas ini adalah : “Jika guru dapat merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran IPS tentang Sejarah proklamasi Indonesia melalui penggunaan metode problem solving dengan efektif, maka hasil belajar siswa akan meningkat.”
Tempat yang dijadikan penelitian oleh peneliti adalah di SD Negeri Kelas V di SDN I Cijeungjing  Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis.  Alasan dipilihnya tempat di SD Negeri I Cijeungjing  Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis adalah sesuai dengan tempat bekerja peneliti dan sudah mendapat izin dari Kepala Sekolah untuk mengadakan penelitian dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan,  khususnya di lingkungan sendiri.
Penelitian dilaksanakan di SDN I Cijeungjing  Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis  yang memiliki personil guru berjumlah 9 orang terdiri dari laki-laki 3 orang dan perempuan berjumlah 6 orang.  Latar belakang  pendidikan yang dimiliki oleh guru SDN I Cijeungjing  Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis adalah S1 PGSD.
Jumlah siswa Kelas V yang akan dijadikan subjek penelitian ini berjumlah 20 orang yang terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan. Latar belakang siswa dilihat dari prestasinya digolongkan rendah, sedang, dan pandai.  Sedangkan latar  belakang orang tuanya sebagian besar pekerjaannya sebagai petani.
           Secara garis besar prosedur penelitian pembelajaran tentang penggunaan metode problem solving untuk meningkatkan hasil belajar keterampilan proses observasi dan komunikasi dilaksanakan dengan tahapan model Kemmis dan Mc. Taggart (Yusnandar, 2003, hlm.20) yang terdiri dari a). Orientasi dan identifikasi masalah, b). Rencana tindakan penelitian dan c). Pola penelitian tindakan kelas.   Titik tolak permasalahan dalam penelitian ini adalah bagiamana meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS melalui penerapan metode problem solving, sehingga optimalisasi kemampuan siswa dapat tercapai.  Penelitan ini dilaksanakan untuk mencari solusi dalam memecahkan permasalahan di kelas, dengan menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK) atau Classroom Action Rearch.  Penelitian tindakan kelas merupakan satu upaya guru atau praktisi dalam bentuk berbagai kegiatan yang dilaksanakan, untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran di kelas.
      Pada penelitian ini digunakan PTK model Kemmis-Taggart (satu siklus sama dengan satu kali pembelajaran), terdiri dari tahapan (fase): perencanaan (planning), (2) tindakan (action), (3) observasi (obsevation) dilanjutkan dengan pengambilan keputusan, kesimpulan dan rekomendasi. 
Beberapa jenis data utama yang dikumpulkan serta cara pengumpulannya selama pelaksanaan kegiatan Penelitian Tindakan Kelas dapat divisualisasikan melalui instrument penelitian  sebagai berikut:
1.    Lembar observasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
2.    Lembar observasi aktivitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran
3.    Lembar Kerja Siswa dan lembar soal post test
          Teknik pengumpulan data selama pelaksanaan PTK adalah tes tertulis dan observasi.
           Teknik analisis data pada penelitian ini difokuskan pada teknik analisis kualitatif guna mengetahui tingkat keberhasilan Metode Problem Solving dalam soal IPS untuk meningkatkan hasil belajar  siswa di kelas V SD Negeri I Cijeungjing Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis.
Pembahasan
Dalam tahap perencanaan sesuai dengan salah satu keterampilan mengajar yang telah dikembangkan yaitu pembelajaran dengan menggunakan  metode problem solving dalam pembelajaran IPS tentang sejarah proklamasi Indonesia    dalam siklus I,  dan siklus II disusun secara sistematis berorientasi pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Di dalam perencanaan pembelajaran mencantumkan:
    1. Standar Kompetensi
    2. Kompetensi Dasar
    3. Indikator
    4. Tujuan Pe,belajaran
    5. Materi Pokok
    6. Langkah-langkah Pembelajaran
    7. Metode Pembelajaran
    8. Sarana dan Sumber Pembelajaran
    9. Penilaian
Kemampuan guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk meningkatkan hasil belajar siswa tentang sejarah proklamasi Indonesia   di Kelas V SDN 1 Cijeungjing dengan menggunakan  metode problem solving sudah sangat baik. Nilai kinerja guru dalam membuat RPP tiap siklusnya mengalami peningkatan siklus I mencapai skor 67,5, siklus II mencapai skor 89. Sebagai gambaran peningkatan dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini :
Tabel 4.13
Nilai Kinerja Guru dalam Membuat RPP Siklus I dan Siklus II

No
Siklus
Nilai RPP
1
I
67,5
2
II
89

   100
     90                                                                                  Keterangan
     80                                                                                       Siklus I
     70                                                                                       Siklus II
     60                                                                                      
     50
     40
     30
     20
     10

       
Gambar 4.1
    Rekapitulasi Penilaian dalam Membuat  RPP
     Siklus I dan Siklus II
  1. Proses Pelaksanaan Pembelajaran melalui Penggunaan Metode Problem Solving di Kelas V SDN 1 Cijeungjing
Kegiatan pembelajaran  tiap siklus dilaksanakan dengan berpedoman pada rencana pembelajaran tiap siklus, yamg terdapat pada lampiran. Tindakan siklus I dilaksanakan pada hari Rabu tanggal  15 Maret 2014 , dan siklus II dilaksanakan pada hari rabu tanggal 22 Maret 2014. Pada  setiap pembelajaran tiap siklus diakhiri dengan tes akhir.
a.    Siklus I
Pembelajaran pada materi sejarah proklamasi Indonesia   dengan menggunakan  metode problem solving  dapat dilaksanakan dengan cukup baik meskipun terdapat beberapa kekurangan karena siswa masih tampak kurang aktif dalam belajar, kurang merespon pertanyaan guru, kurang dalam diskusi cenderung didomonasi oleh siswa yang pintar.
Dalam pengembangan langkah-langkah pembelajaran guru tidak menetapkan alokasi waktu sehingga menjadikan pembelajaran melebar, kurang terarah dan banyak waktu yang kurang dimanfaatkan dengan baik. kemampuan guru dalam menggunakan  metode problem solving perlu ditingkatkan lagi di antaranya  dalam apersepsi, memotivasi siswa dalam belajar, dalam menyimpulkan materi dan memberikan tindak lanjut sehingga pembelajaran tidak bersifat teacher center.
b.         Siklus II
Pada siklus ini interaksi guru dan siswa sudah baik, penggunaan metode problem solving guru dalam apersepsi, dalam memotivasi belajar siswa, dan dalam menyimpulkan materi pembelajaran sudah  baik. Selainitu guru sudah bisa menguasai kelas dengan baik dan mengalokasikan waktu sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran. Pada saat kegiatan pembelajaran siswa lebih aktif dalam memecahkan masalah, sehingga hasil belajar sudah lebih baik.
Berdasarkan analisis kinerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan  metode problem solving tiap siklusnya mengalami peningkatan, sebagai gambaran peningkatan kinerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran dapat dilihat pada tabel berikut ini :
                  Tabel 4.13
Nilai Kinerja Guru dalam Proses Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I dan Siklus II

No
Siklus
Nilai Kinerja Guru
1
I
72
2
II
90

     Dari tabel 4.13 di atas dapat diketahui bahwa nilai kinerja guru guru dalam pelaksanaan pembelajaran tiap siklus mengalami peningkatan, untuk lebih jelasnya disajikan dalam diagram 4.2 berikut ini :


   100
     90                                                                                  Keterangan
     80                                                                                       Siklus I
     70                                                                                       Siklus II
     60                                                                                      
     50
     40
     30
     20
     10

       
Gambar 4.2
Rekapitulasi Hasil Observasi Kinerja Guru
dalam Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I dan Siklus II
                                                 
3.    Peningkatan Hasil Belajar Siswa melalui Penggunaan Metode Problem Solving di Kelas V SDN 1 Cijeunjing.
a.                 Hasil Belajar Siswa
Tes hasil belajar siswa  tiap siklus dilaksanakan pada akhir pembelajaran. Soal tes hasil belajar untuk setiap siklus berbentuk isian berjumlah 5 soal masing-masing memiliki bobot 20.  Rumus yang digunakan dalah mencari rata-rata. Rata-rata diperoleh dengan menjumlahkan seluruh skor tes hasil belajar dibagi dengan banyak soal. Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil belajar dalam tiap siklusnya mengalami peningkatan,mulai dari siklus I sampai siklus II. Pada siklus II seluruh siswa sudah mencapai KKM yang ditentukan yaitu 70, Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan metode problem solving pada pembelajaran IPS tentang sejarah proklamasi Indonesia   pada siswa Kelas V SDN 1 Cijeungjing terbukti berhasil meningkatkan hasil belajar siswa. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
                                       Tabel 4.14
                                       Rata-rata Nilai Tes Hasil Belajar Tiap Siklus

No
Pre Tes
Siklus
Tes Akhir
1
52
I
56,8
2
II
78
          
Dari tabel  4.14 di atas dapat diketahui bahwa skor rata-rata tiap siklusnya mengalami peningkatan untuk lebih jelasnya disajikan dalam bentuk diagram berikut ini :

   100
     90                                                                                  Keterangan
     80                                                                                       Pre tes
     70                                                                                       Siklus I
     60                                                                                       Siklus II
     50
     40
     30
     20
     10

       
Gambar 4.3
Diagram Skor Hasil Belajar Siswa Pre tes, Siklus I,  dan Siklus II         

           Pada dasarnya kemampuan belajar (hasil belajar) dipengaruhi oleh interaksi dan kondisi proses pembelajaran. Kondisi pembelajaran yang dikelola dengan baik salah satunya dengan penggunaan metode problem solving akan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehinnga mendorong siswa lebih aktif terlibat dalam proses pembelajaran, siswa tidak pasif, pembelajaran tidak bersifat teacher center pembelajaran tidak monoton melainkan dengan penggunaan metode problem solving dapat  meningkatkan hasil belajar siswa.
Jadi penggunaan metode problem solving dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai salah satu keterampilan mengajar yang diharapkan bisa membantu siwa untuk lebih aktif lagi dalam belajar, mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang diberikan dalam materi pelajaran IPS. Dari hasil analisis data yang yang telah disampaikan, terbukti bahwa penggunaan metode problem solving dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
            Melihat dari kajian Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) yang membahas pokok bahasan  sejarah proklamasi Indonesia  melalui penggunaan metode problem solving  di Kelas V SD Negeri 1 Cijeunjing, serta kajian dari berbagai teori yang mendukung pembahasan pokok bahasan ini maka penulis menyimpulkan:
          Perencanaan yang telah dibuat sebelum tindakan belum mengacu pada prinsip-prinsip dalam kurikulum 2006, sehingga hasil yang dicapai belum maksimal.  Sedangkan  perencanaan yang dipersiapkan dalam tindakan  meliputi mengkaji kurikulum 2006 sebagai acuan untuk menyusun RPP. Menentukan kompetensi dasar yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Sebagai penunjang kegiatan pembelajaran ditetapkan menggunakan metode  pembelajaran yang tepat dan media gambar. Perencanaan  yang disusun oleh peneliti sudah mencapai kriteria keberhasilan. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan secara signifikanpembelajaran pokok bahasan sejarah proklamasi Indonesia  dengan menggunakan  metode problem solving di Kelas V  SDN 1 Cijeungjing dapat dikatakan baik ditandai dengan adamya perbaikan serta peningkatan  perencanaan dalam tiap siklusnya. Nilai kinerja guru dalam membuat RPP tiap siklusnya mengalami peningkatan siklus I mencapai skor 67,5, dan siklus II mencapai skor 89.
          Pelaksanaan pembelajaran yang dirancang sebelum tindakan belum sesuai dengan metode yang tepat, terbukti proses pembelajaran serta aktivitas siswa belum maksimal.  Pembelajaran tampak  monoton dan kurang melibatkan siswa secara aktif, sehingga suasana membosankan dan siswa kurang bersemangat.  Sedangkan  Pelaksanaan pembelajaran yang dirancang pada tindakan  sudah sesuai dengan perencanaan pembelajaran dengan metode pembelajaran yang tepat serta media gambar tentang sejarah proklamasi Indonesia. Metode pembelajaran ini mendapat respon yang baik dari siswa. Hal ini terlihat dari antusias mereka ketika mengikuti pelajaran, walaupun belum benar-benar maksimal. Umumnya kinerja guru dituntut untuk benar-benar menguasai materi serta karakteristik metode  pembelajaran yang digunakan, agar tercipta pembelajaran yang menghantarkan siswa untuk bisa menghubungkan kebermaknaan setiap pelajaran yang dipelajarinya serta menggali dan menemukan pengetahuan baru oleh dirinya siswa.  Proses pembelajaran pada pokok bahasan sejarah proklamasi Indonesia  dengan menggunakan  metode problem solving di Kelas V SDN 1 Cijeungjing yang telah dilaksanakan peneliti, dalam pelaksanaannya berjalan lancar, ada peningkatan pada tiap siklusnya, tujuan pembelajaran dapat tercapai. Nilai kinerja guru dalam pelaksanaan pembelajaran tiap siklusnya mengalami peningkatan siklus I mencapai skor 72 dan siklus II mencapai skor 90.
          Hasil belajar yang dicapai siswa kelas V SDN 1 Cijeungjing pada pokok bahasan sejarah proklamasi Indonesia sebelum dilaksanakan tindakan belum memuaskan, di mana hasil ulangan siswa masih di bawah rata-rata KKM yang telah ditetapkan.  Rendahnya hasil belajar siswa ini sangat erat hubungannya dengan  ketidak berhasilannya proses pembelajaran yang dilaksanakan guru, sehingga diperlukan upaya perubahan melalui tindakan yang mengacu pada metode yang tepat.  Maka setelah dilakukan tindakan pembelajaran dengan menggunakan  metode problem solving mengalami peningkatan tiap siklusnya  di antaranya ,siklus I mencapai rata-rata 56,8, dan siklus II mencapai  rata-rata 78. Hal ini dibuktikan dari hasil tes yang diperoleh tiap siklus mengalami peningkatan yang cukup signifikan.  Dari peningkatan nilai tes menunjukkan bahwa penggunaan  metode problem solving sangat berperan dalam meningkatkan hasil belajar siswa di Kelas V SDN 1 Cijeungjing pada pokok bahasan sejarah proklamasi Indonesia  sehingga hasil belajar siswa  telah mencapai KKM yang ditentukan.
          Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data serta kesimpulan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka pada kesempatan ini peneliti memberi saran berikut ini :
          Bagi guru sekolah dasar hendaknya membiasakan diri untuk menggunakan  metode problem solving dalam menyampaikan materi guna mencapai tujuan pembelajaran dan pembelajaran tidak bersifat teacher center.
          Bagi SDN 1 Cijeungjing, penggunaan  metode  problem solving  hendaknya lebih diterapkan dalam setiap pembelajaran.
          Bagi UPTD  hendaknya mensosialisasikan pentingnya penggunaan  metode problem solving  dalam setiap  pembelajaran guna mendukung kelancaran proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan keterampilan guru dan meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.

Akhmad. (1998). Rancangan Pengelolaan Kegiatan Penelitian Praktis. Jakarta: Bagian Proyek Pengembangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Arikunto, Suharsisni.(1996). Prosedur Penelitian Suatu Metode Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

Arifin.(1990). Stategi Ilmu Pengetahuan Sosial. Surabaya : Karaya Anda.
BNSP. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta:  Depdiknas
Kasbolah. (1991). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Mills. (1989). Teori-teori Belajar. Bandung: Erlangga.
Mulyani, dkk. (1998). Pengantar Psikologi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Mulyasa (2006). Metode Pembelajaran di Sekolah Dasar.  Bandung: Sinar Baru

M.Uzer, (1990). Pendidikan IPS dalam Konteks SD. Jakarta: Rineka Cipta

Rachman, (2005).  Pembelajaran IPS yang Aktif.  Jakarta: Rineka Cipta

Sudjana, N. (1989). Dasar-dasar Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
------------. (2005). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Suhanda. (2004). Petunjuk Guru Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Depdiknas.
Suhendar. (1998). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Surakhmad.(2008). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta
Syamsudin. (1981). Metodologi Khusus Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di SD. Jakarta: Depdikbud

Wardani, I.G.A.K., Wihardit, K., Nasution, N. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Universitas Terbuka.